KLHK Tetapkan 2 WNA Tersangka Kasus Impor Limbah B3 Ilegal ke NKRI

By Ahmad Rajendra


Nusakini.com--Jakarta--Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rasio Ridho Sani, menetapkan kedua WNA atas dugaan tindak pidana memasukkan 87 kontainer limbah plastik terkontaminasi tanpa izin ke wilayah NKRI. 

"Penetapan kedua warga Singapura sebagai tersangka dalam kasus impor limbah dan limbah berbahaya tanpa izin adalah yang pertama sejak undang-undang tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan disahkan pada 2009," kata Rasio kepada media pada jumpa persnya.

Jumpa pers tersebut mengusung judul, Progres Penangan Kasus Impor Limbah Plastik Ilegal sebanyak 87 kontainer dari Amerika Serikat, Spayol, Kanada, Australia, Hongkong dan Jepang, di kantor Direktorat Jendral Penegakan Hukum KLHK, Jakarta 3 Oktober 2019.

"Warga Singapura, yang diidentifikasi adalah KWL dan LSW, seorang Direktur dan Komisaris dari Advance Recycle Company yang berbasis di Tangerang, Provinsi Banten," kata Rasio Ridho Sani.

"Keduanya diduga mengimpor kontainer bekas plastik tanpa izin dari Australia, Kanada, Hong Kong, Jepang, dan Spanyol. Kontainer tiba di pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta pada 13 Juni lalu," tambah Rasio.

Peneliti menemukan potongan plastik yang terkontaminasi dengan barang beracun dan berbahaya, termasuk papan sirkuit tercetak, baterai bekas dan kabel, dalam wadah. 

Pihak berwenang akan mengambil tindakan tegas terhadap mereka yang mengimpor bahan berbahaya tanpa izin. Ini untuk mencegah Indonesia menjadi "tempat pembuangan" bagi negara lain, dan untuk melindungi masyarakat dan lingkungan.

Memasukkan limbah dan/atau limbah B3 tanpa izin ke wilayah NKRI merupakan kejahatan serius, dikenakan hukum dakwaan pidana dapat diterapkan dalam kasus impor limbah berbahaya ilegal, dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda 15 miliar rupiah.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Ditjen Gakkum KLHK juga sedang menyelidiki kasus lain yang melibatkan Advance Recycle Technology, yang diduga telah memproses limbah secara ilegal yang tercemar bahan-bahan beracun dan berbahaya, seperti seng oksida dan senyawa nikel, di Tangerang. 

"Kasus ini, jika terbukti, pelakunya akan dihukum penjara hingga tiga tahun dan denda hingga 3 miliar rupiah," kata Dirjen Gakkum KLHK.

Indonesia adalah negara penghasil imbah plastik terbesar kedua di dunia setelah Cina. Setelah Pemerintah China melarang impor limbah plastik asing tahun lalu, kini Indonesia, menjadi salah satu tujuan teratas untuk limbah plastik dari negara-negara maju. 

Angka resmi menunjukkan impor tahun lalu lebih dari dua kali lipat, pada tahun 2017 mencapai 320.450 ton. Pengirim terbesar adalah Kepulauan Marshall, Amerika Serikat, Jerman, Australia dan Jepang. Tren ini terus berlanjut sepanjang paruh pertama tahun ini, dengan impor melonjak 76,6 persen menjadi 176.517 ton dari periode yang sama tahun lalu. 

Pada 29 Agustus, Deni Surjantoro, juru bicara kantor Bea dan Cukai Indonesia, mengatakan, kantornya telah memantau impor limbah dengan cermat.

"Berdasarkan pemeriksaan kami sebelumnya, ada limbah yang terkontaminasi oleh bahan-bahan beracun dan berbahaya atau dicampur dengan sampah. Tahun depan, kami akan melanjutkan pemeriksaan sambil meninjau kebijakan impor dengan Kementerian terkait," katanya. 

"Mulai Juni hingga pertengahan September tahun ini, pihak berwenang mengirim kembali 208 kontainer limbah plastik dan kertas bekas yang terkontaminasi bahan-bahan beracun dan berbahaya atau dicampur dengan sampah ke negara asal mereka, termasuk Australia, Selandia Baru dan AS, menurut Bea Cukai dan kantor cukai. Saat ini sedang mempersiapkan 339 kontainer lain untuk diekspor kembali," beber Deni.(R/Rajendra)